Selasa, Desember 22, 2009

blok perdagangan

1. AFTA dan era persaingan ekonomi

Semua bangsa ASEAN sepakat mengambil bagian dan mendirikan kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) yang pembentukkannya berlangsung selama 10tahun. Untuk mengawasi, mengoordinasikan, dan mengkaji pelaksanaan program menuju AFTA, dibentuk sebuah lembaga setingkat menteri. Isi persetujuan berupa kerangka dalam meningkatkan kerja sama ekonomi ASEAN (Framework Agreemen on Exchanging ASEAN Economic Coorporation-FAEAEC) yang ditanda tangani presiden dan perdana menteri tiap-tiap Negara ASEAN pada bulan Januari 1992.

Persetujuan itu merupakan payung dari seluruh kerangka kerja sama ekonomi ASEAN. Sementara, perjanjian khusus mengenai pembentukan AFTA, yakni Basic Agreement on the Common Effective Prefential Tariff (CEPT) Scheme Towards the AFTA ditanda tangani Menteri perindustrian Brunei Darussalam, Abdul Rachman Taib; Menteri Perdagangan RI, Arifin M, Siregar; Menteri Perdagangan Internasional dan Industri Malaysia, Rafidah Aziz; Menteri Perdagangan dan Industri Philipina, Peter D, Garrucho; Deputi PM/Menteri Perdagangan dan Industri Singapura, Lee Hsein Long; dan Menteri Perdagangan Thailand, Ameret Sila-on.

Persetujuan induk itu juga meliputi usaha peningkatan kerja sama yang mencakup sektor industry, mineral, da energy, sektor keuangan dan perbankan, sektor pangan, pertanian dan kehutana, sektor transportasi dan komunikasi, serta kerja sama ekonomi subregional dan eksternal ASEAN, FAEAEC mengatur masalah lembaga pemantau pelaksanaan kerja sama intra ASEAn dan penyelesaian perselisihannya.

Belakangan ini, persyaratan sistem perdagangan bebas dunia Barat terasa memberatkan Negara ASEAN dan di sisi lain, dunia Barat merasakan ASEAN menjadi pesaing tangguh di dunia, terutama di tahun 1980-an dan 1990-an. Bank dunia kemudian menyebutnya sebagai macan-macan ekonomi atau yang dikenal sebagai ‘Asia For Dragon’. Bank dunia menyatakan bahwa kemajuan ekonomi Asia Tenggara dengan cepat dapat menjadi ekonomi maju. Para pemimpin Negara-negara Asia menjelaskan bahwa keberhasilan ekonomi yang sangat mengesenkan itu berakar dalam nilai-nilai Asia yang sangat berbeda dengan nilai-nilai dunia Barat.

Ciri mereka yang berasaskan otoritas, hierarkis, dan komunitarian yang menekankan hak-hak kolektif, kesatuan, harmoni sosial, consensus, dan hormat kepada otoritas pada pemimpin Asia Tenggara merupakan faktor yang mendorong perekonomian kea rah pertumbuhan ekonomi cepat.

Dimulai oleh ‘Mazhab Singapura’ (Lee Kuan Yew, Kishore Mabubani, dan Tommy Koh), wacana tentang nilai-nilai Asia dengan cepat mendominasi intellegensia Malaysia, Indonesia, Cina, bahkan Jepang sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi Asia Timur. Mereka kemudian mengklaim bahwa nilai-nilai yang mereka anut adalah lebi tinggi ‘khasiatnya’ dari pada nilai-nilai Barat.

Pemimpin-pemimpin pemerintah ASEAN bekerja sama erat dengan pemimpin-pemimpin bisnis di Negara-negara mereka masing-masing. Petronase politik dan kaitan dengan pemimpin-pemimpin partai merupakan unsure-unsur yang penting dalam menjalankan perusahaan bisnis multinasional di dunia Barat.

2. NAFTA (North America Free Trade Agreement)

Penyusunan NAFTA terjadi pada tanggal 12 Agustus 1992, disetujui dan ditandatangani di Washington DC oleh wakil pemerintahan AS, Kanada, dan Meksiko. Pendirian NAFTA dimaksudkan untuk menghapus hambatan-hambatan perdagangan, menciptakan persaingan yang wajar, serta meningkatkan investasi antar Negara anggota. Hal ini dijadikan dasar pengembangan kerja sama regional dan multilateral di masa dating.

Ketentuan-ketentuan dalam NAFTA tidak bertentangan dengan aturan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), kesepakatan perdagangan multilateral antar penandatanganan (anggota) yang dewasa ini terdiri dari 108 negara. GATT/WTO tidak melarang pendirian kawasan perdagangan bebas antarnegara, karena kepakatan tersebut untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan yang merupakan prinsip yang mendasari perjuangan GATT/WTO, meskipun hanya berlaku bagi Negara-negara anggota.

GATT/WTO mensyaratkan bahwa pembentukan kawasan perdagangan bebas tidak boleh dilakukan dengan menimbulkan hambatan baru bagi Negara-negara bukan anggota. Jadi, perlakuan Negara-negara anggota terhadap yang bukan anggota tidak boleh lebih memberatkan dibandingkan dengan ketentuan sebelum pembuatan blok perdagangan.

Kesepakatan pendirian NAFTA meliputi program penghapusan tariff bea masuk perdagangan komoditi pertanian, barang-barang otomotif, tekstil bahan pakaian jadi, energy dan petrokimia, serta jasa-jasa. Ketentuan-ketentuan mengenai antidumping, countervailing, angkutan darat, investasi, hak cipta, dan prosedur penyelesaian sengketa.

Dalam hal tariff bea masuk, NAFTA menentukan untuk kebanyakan yang memenuhi ketentuan sebagai barang asal Amerika Utara dilakukan penghapusan secara progresif dalam waktu 15tahun atau 10tahun. Sedangkan untuk barang-barang yang dianggap sensitive, penghapusannya akan dilakukan dalam waktu 15tahun. Barang-barang yang sensitive ini misalnya sepatu kanvas, keramik, tas, dan berbagai produk pertanian seperti, kacang tanah, orange juice, concentrate, asparagus, dan sebagainya.

Dalam hal produk pertanian, di Meksiko bea masuk yang berkisar 10-20% akan segera dihapus untuk AS dan Kanada, sedangkan dalam waktu 10tahun yang sensitive. Perdagangan gula akan segera dibebaskan pula dari tata niaga (penentuan kuota atau importer terdaftar) untuk jagung, gandum, unggas, telur, mentega, dan susu. Dalam hal produk otomotif, untuk memperoleh perlakuan bea bebas masuk, maka kendaraan bermotor pada dasarnya harus diproduksi di Amerika Utara, dalam arti kandungan lokalnya harus 62,5% dari biaya produksi. Dalam persetujuan antara Kanada dan AS, kandungan local ini hanya 50% menjadi 62,5%. Dalam hal tekstil dan pakaian jadi, ketiga Negara akan menghapus bea masuk secara bertahap bagi komoditi ini sepanjang memenuhi persyaratan ketentuan asal barang NAFTA. Dalam hal jasa-jasa, ketentuan mengenai national treatmen, bahwa tiap Negara NAFTA harus memperlakukan perusahaan jasa dari Negara NAFTA lainnya secara sama dengan perusahaan nasional diterapkan.

Dalam bentuk sekarang, seperti halnya dengan NAFTA, karena kesepakatan pembentukan blok perdagangan tersebut mencakup pula pembebasan perdagangan jasa, investasi dan berbagai hal lain, maka kedua dampak tersebut mungkin lebih substansial lagi, baik bersifat menumbuhkan perdagangan maupun yang mengalihkannya.

3. GATT dan WTO

Latar belakang berdirinya GATT (General Agreement on Tariffs and Trade)

GATT adalah perjanjian internasional, multilateral, yang mengatur perdagangan internasional sesudah perang dunia ke II dan didirikan tahun 1948. GATT lahir setelah Negara industry di Barat mengalami banyak proteksionisme dan semangat autarki yang berkembang setelah depresi besar tahun 1930-an. Pada masa tersebut, setiap Negara membatasi perdagangan impor atau ekspor. Alasannya ialah proteksi untuk produsen, proteksi untuk konsumen, masyarakat, pembayaran, pertahanan, dan keamanan. Negara berkembang (misalnya ASEAN) cenderung melindungi industrinya yang masih pemula.

Tujuan GATT adalah sebagai berikut:

Terjadinya perdagangan dunia yang bebas, tanpa diskriminasi.

Menempuh disiplin diantara anggotanya supaya tidak mengambil langkah yang merugikan anggota yang lain.

Mencegah terjadinya perang dagang yang akan merugikan semua pihak.

Pembentukan WTO menggantikan GATT itu sendiri disetujui 125negara pada pertemuan para menteri di Marrakesh (Maroko) 15April 1994, sebagai bagian dari kesepakatan putaran Uruguay, putaran terakhir perundingan perdagangan bebas multilateral dibawah GATT. Setelah 5tahun, sudah sepantasnya kita bertanya apa yang sudah dicapai organisasi itu dalam upaya mewujudkan perdagangan yang lebih bebas. Apakah yang dicapai itu telah sesuai dengan dimandatkan dan harapan yang semula digantungkan Negara-negara anggota dengan terbentuknya organisasi tersebut, terutama Negara-negara berkembang.

4. (Masyarakat Ekonomi Eropa) atau EEC (European Economic Community)

Tanggal 17 Februari 1992 di Maastrich, Belanda, disepakati secara lebih nyata penyatuan Eropa dalam bidang ekonomi, moneter dan politik.

Sejak kesepakatan Maastrich, boleh dikatakan tidak ada lagi pembatasan lalu lintas barang maupun orang diantara Negara-negara Uni Eropa. Setiap orang boleh bekerja di mana saja yang mereka inginkan. Barang-barang produksi juga bebas diperdagangkan diantara Negara-negara anggota Uni Eropa.

Dalam perjanjian Roma disepakati mendirikan European Economic Community (EEC) atau MEE yang mengharuskan para anggota memenuhi persyaratan berikut.

a. Menurunkan tarif kuota, dan hambatan lain pada perdagangan intranegara-negara eropa.

b. Menaati tariff eksternal umum dari Negara-negara di luar MEE.

c. Menjalankan aliran faktor produksi dalam MEE

d. Mengharmoniskan kebijakan pajak dan moneter serta kebijakan keamanan sosial.

e. Menentukan kebijakan umum untuk pertanian, transportasi dan persaingan industry.

pasar bebas

Pasar bebas adalah pasar ideal, di mana seluruh keputusan ekonomi dan aksi oleh individu yang berhubungan dengan uang, barang, dan jasa adalah sukarela.

Tahun 2020 batas realisasi perdagangan bebas

Pertemuan para pemimpin ekonomi kerja sama ekonomi asia pasifik (Asia Pasific Economic Leader Meeting-AELM) sepakat untuk menetapkan tahun 2020 sebagai batas waktu pencapaian perdangan serta investasi yang bebas dan terbuka di kawasan Asia Pasifik.

Kesepakatan yang tertuang dalam deklarasi Tekad Besar Bersama para pemimpin ekonomi APEC di Istana Bogor, tanggal 15 November 1994 itu diungkapkan oleh ketua AELM, AELM dihadiri pemimpin ekonomi dari 18negara, terdiri dari Presiden RI Soeharto, Presiden RRC Jiang Zemin, Presiden Korsel Kom Young-Sam, Presiden Philipina Fidel Ramos, PM Thailand Chuan Lepai, PM Malaysia Mahathir Muhammad, PM Singapura Goh Chok Tong, Sultan Brunei Hasanal Bolkiah, PM Papua Nugini Sir Julius Chan, PM Australia Paul Keating, PM Selandia Baru Jim Bolger, Presiden Meksiko Carlos Salinas de Gortari, dan lainnya.

Usul untuk menetapkan tahun 2020 sebagai batas akhir itu dating dari usulan kelompok tokoh terkemuka APEC. Sebelum AELM, sebagian besar anggota APEC menerima baik usulan tersebut, kecuali Cina dan Malaysia. Cina bersikap hati-hati, sedangkan Malaysia berkeras menolaknya karena menganggap APEC tidak mempunyai mandate untuk itu.

APEC telah menentukan arah dan rancangan masa depan dari kerja sama ekonomi di Asia Pasifik dan semua itu dimaksudkan untuk memperbaiki prospek pertumbuhan ekonomi yang cepat, seimbang dan merata baik itu di Asia Pasifik maupun di dunia. Untuk menunjang perdagangan dan investasi, telah digarisbawahi peningkatan kerja sama dalam bidang sumber daya manusia, peningkatan infrastruktur ekonomi, iptek, lingkungan hidup, memajukan usaha menengah dan kecil serta mengikutsertakan usaha swasta.

AELM juga telah sepakat untuk menentukan landasan idiil konstitusional dan operasionalnya untuk menjamin kerja sama ekonomi di Asia Pasifik yang berkelanjutan. Kemitraan, saling menghormati, dan saling menguntungkan sebagai landasan idiilnya, persetujuan GATT dan WTO sebagai landasan konstitusionalnya, serta semua persetujuan APEC dengan prinsip yang kuat membantu yang lemah sebagai landasan operasionalnya. Deklarasi tekad bersama para pemimpin ekonomi APEC dengan tegas menentang keras pembentukan suatu blok perdagangan tertutup serta bertekad mewujudkan system perdagangan bebas dan investasi di kawasan yang mendorong dan memperkuat liberalisasi perdagangan serta investasi di dunia serta sebagai satu keseluruhan. Deklarasi ini juga menetapkan visi bagi ekonomi-ekonomi Asia Pasifik didasarkan pengakuan tumbuhnya saling ketergantungan ekonomi dari berbagai kawasan yang terdiri dari ekonomi maju, industry baru, serta ekonomi berkembang.

Dari pertemuan AELM ini disepakati bahwa para anggota ekonomi industry maju di Asia Pasifik akan memberikan kesempatan-kesempatan bagi ekonomi berkembang untuk meningkatkan pertumbuhnya ekonominya serta tahap pembangunannya. Bersamaan dengan itu, ekonomi-ekonomi berkembang itu akan berusaha untuk mempertahankan laju pertumbuhan tinggi dengan tujuan untuk mencapai tahapan kesejahteraan yang sekarang dinikmati oleh ekonomi industri baru.

Pendekatan ini akan koheren dan komprehensif mencakup tiga tiang pertumbuhan yang berkelanjutan, pembangunan yang adil dan stabilitas nasional. Mempersempit kesenjangan dalam tahap-tahap pembangunan di kalangan ekonomi-ekonomi Asia Pasifik akan menguntungkan seluruh anggota dan mempromosikan pencapaian kemajuan ekonomi Asia Pasifik secara keseluruhan.

Pemimpin ekonomi APEC sepakat bahwa laju pelaksanaan akan dipertimbangkan sesuai dengan tingkat yang berbeda pembangunan ekonomi di kalangan anggota APEC. Ekonomi industry akan mencapai tujuan perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka sebelum tahun 2010, sedangkan ekonomi berkembang mencapainya sebelum tahun 2020.

APEC ingin memberikan penekanan penolakan kuat kita atas pembentukan blok perdagangan bersifat inward looking yang bias mengalihkan tercapainya perdagangan bebas global. APEC bertekad untuk melaksanakan perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di Asia Pasifik, dengan cara yang akan mendorong dan memperkuat liberalisasi perdagangan serta investasi di Asia Pasifik tidak hanya pengurangan hambatan-hambatan aktual di kalangan ekonomi APEC, tetapi juga antara anggota APEC dan non APEC. Untuk melengkapi dan mendukung proses liberalisasi, APEC memutuskan untuk memperluas dan mempercepat program-program fasilitas investasi dan perdagangan. Upaya ini akan lebih mempromosikan mengalirnya arus barang, jasa, dan modal di kalangan anggota APEC dengan menghapuskan rintangan administrasi serta lainnya atas perdagangan dan investasi.

APEC memberikan penekanan pada pentingnya fasilitas perdagangan, karena upaya-upaya liberalisasi perdagangan sendiri tidak memadai untuk membangkitkan perluasan perdagangan. APEC juga telah meminta para pejabat dan menterinya masing-masing untuk memajukan proposal mengenai pengaturan tentang bea cukai standarisasi, prinsip-prinsip investasi, dan hambatan-hambatan administrasi atas akses pasar. Para pemimpin APEC juga menyatakan penghargaannya atas rekomendasi-rekomendasi penting yang termuat dalam laporan EPG dan forum bisnis pasifik (PBF). Sepakat untuk meminta kedua kelompok ini untuk meneruskan kegiatannya memberikan para pemimpin APEC penilaian-penilaian atas kemajuan dan rekomendasi selanjutnya untuk meningkatkan kerja sama anggota. Juga telah meminta EPG dan PBF untuk mengkaji hubungan antara APEC dengan peraturan-peraturan subregional, seperti kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA), kawasan ANZERTA (kawasan regional ekonomi dan perdagangan Australia-Selandia Baru), dan kawasan perdagangan bebas Amerika utara (NAFTA), serta mengkaji kemungkinan pilihan-pilihan untuk mencegah hambatan satu sama lain serta mempromosikan konsistensi hubungan-hubungan tersebut.

Pertemuan para pemimpin ekonomi forum Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik (AELM) III di Osaka, Jepang, sangat diharapkan mampu menghasilkan cetak biru anggota aksi (action agenda) mengenai liberalisasi perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka. Ada tiga arahan mendasar yang telah ditentukan para pemimpin dan tercantum dalam deklarasi yang harus menjadi konsideran dalam pertemuan-pertemuan mendatang. Pertama, upaya memperkuat sistem perdagangan multilateral yang terbuka. Kedua, fasilitasi dan liberalisasi perdagangan serta investasi di kawasan Asia Pasifik. Ketiga, peningktan kerja sama bagi pembangungan di kawasan Asia Pasifik dan kawasan-kawasan prioritas.

Negara-negara anggota APEC dalam pertemuan AELM pun telah menunjukkan sejumlah kesulitan untuk melaksanakan leberalisasi perdagangan dan investasi ini, misalnya dalam masalah pertanian, APEC memiliki anggota berbeda-beda dalam penampilan ekonominya. Pada saat seperti itu, persaingan ekonomi antar Negara juga muncul. Karena itu, dalam situasi seperti itu penting bagi anggota APEC untuk saling berkompetisi dan saling melengkapi satu sama lainnya. Kita perlu mengambil cara-cara terbaik agar APEC bekerja secara efektif dan efesien.

Jepang sebagai yang bukan anggota ASEAN memiliki kepentingan politik dan ekonomi untuk turut membangun kawasan ini dan hal itu tidak terbantahkan. Tetapi, Jepang tidak memiliki pretensi untuk mendikte dan mempengaruhi negera-negara tertentu. Sekalipun belum ada mekanisme institusional dalam penerapan perdagangan bebas ini, bahwa dalam AELM III di Osaka (Jepang) sudah dihasilkan sebuah cetak biru untuk menyingkirkan hambatan-hambatan perdagangan di Asia Pasifik.

globalisasi ekonomi

Adam Smith dalam tulisannya An Inquiry into The Wealth of Nation atau yang dikenal dengan The Wealth of Nation (1776) mengatakan secara alami bahwa setiap manusia akan selalu memperoleh dorongan untuk dapat meningkatkan kehidupannya agar lebih baik bagi dirinya sendiri. Selanjutnya dijelaskan bahwa masyarakat yang memungkinkan warganya melakukan hal-hal yang baik bagi dirinya sendiri. Inilah dasar falsafah individualisme yang menjadi landasan prinsip demokrasi ekonomi pasar dan hak asasi manusia. Falsafah individualisme ini dalam perjalannya memenangkan dari segala pertarungan dengan macam-macam falsafah pemikiran ekonomi, terutama dengan pemikiran komunisme. Posisi falsafah individualisme ini lebih memiliki sifat universal dan manusiawi dibandingkan dengan komunisme yang dikembangkan oleh Karl Max.

Pemikiran individualisme yang merangsang setiap aktivitas ekonomi bergerak secara bebas merupakan dasar dari perkembangan ekonomi pasar sehingga berkembang menjadi perdagangan bebas antarindividu, antarkelompok, antarmasyarakat, antardaerah hingga antarnegara.

Perkembangan ekonomi dunia yang begitu pesat telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam persaingan yang menambah semakin rumitnya strategi pembangunan yang mengandalkan ekspor di satu pihak, hal ini merupakan tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain, hal tersebut merupakan peluang baru yang dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional.

Perekonomian dunia mengalami perubahan sejak dasawarsa 1970-an hingga tahun 2000-an, yang bersifat mendasar atau struktural dan mempunyai kecenderungan jangka panjang atau konjungtural. Perkembangannya sangat menarik, yang istilahnya sangat populer belakangan ini adalah ‘globalisasi’.

Gejala globalisasi terjadi dalm kegiatan finansial, produksi, investasi, dan perdagangan yang kemudian mempengaruhi tata hubungan ekonomi antarbangsa. Proses globalisasi itu telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antarnegara, bahkan menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia, sehingga ‘batas-batas antarnegara dalam berbagai praktik dunia usaha/bisnis seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi’.

Selain globalisasi, perubahan yang cukup menonjol adalah kecenderungan terpisahnya kegiatan ekonomi primer dari ekonomi industri, yang berarti bahwa penggunaan material dalam industri makin sedikit. Dalam perkembangan itu terlihat bahwa proses kegiatan ekonomi produksi industri pengolahan dalam perkembangannya tampak makin melemah kaitannya ke belakang, sehingga perkembangannya tidak banyak menimbulkan pengaruh yang serupa pada produksi barang primer.

Dampak yang terjadi adalah merosotnya harga komoditi primer yang disebabkan oleh permintaan yang lesu, merosotnya nilai tukar perdagangan (term of trade) dari sektor pertanian, sejalan dengan produksi yang terus-menerus meningkat karena teknologi baru. Kaitan yang melemah juga tampak pada perkembangan industri dengan penciptaan kesempatan kerja sebagai akibat robotisasi dan melemahkan kaitan ekonomi moneter perbankan dengan ekonomi riil (sektor produksi dan perdagangan).

Pada umumnya, negara di dunia menghadapi perkembangan tersebut dengan melakukan berbagai langkah penyesuaian yang sebagian cenderung bersifat proteksionistis. Timbulnya berbagai blok perdagangan yang pada dasarnya melanggar ketentuan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) atau World Trade Organization (WTO) atau diterapkannya peraturan perundang-undangan yang jelas-jelas proteksionistis, semuanya menunjukkan gejala tersebut.

Dalam kerangka hubungan perdagangan internasional, berbagai upaya masih dijalankan agar usaha memperbaiki sistem perdagangan dunia melalui perundingan perdagangan multilateral dalam kerangka perundangan dalam Putaran Uruguay dapat segera memberi hasil positif, terciptanya perdagangan dunia yang bebas, adil, dan terbuka. Globalisasi ekonomi ditandai dengan makin menipisnya batas-batas investasi atau pasar secara nasional, regional ataupun internasional. Hal itu disebabkan oleh adanya hal-hal berikut ini :

Komunikasi dan transportasi yang semakin canggih.

a. Lalu lintas devisa yang semakin bebas.

b. Ekonomi negara yang makin terbuka.

c. Penggunaan secara penuh keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap negara.

d. Metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang makin efisien.

e. Semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di hampir seluruh dunia.

Pemindahan, Penyebaran, dan Pemilihan Teknologi

1. Pemindahan teknologi

Pemindahan teknologi menyangkut kegiatan yang sengaja direncanakan dan mempunyai tujuan untuk memindahkan teknologi dari Negara yang satu ke Negara yang lain atau dari satu pemanfaatan ke pemanfaatan yang lain. Cara pemindahan teknologi dapat melalui berbagai saluran, yang paling penting adalah melalui pemerintah, badan internasional, perusahaan, perorangan dan universitas.

Ada dua sifat pemindahan (transfer) teknologi, yaitu transfer horizontal dan transfer vertical.

a. Transfer Horizontal

Yang dimaksud dengan transfer horizontal adalah teknologi yang sudah ada diterapkan dalam sektor produksi yang bersangkutan. Perpindahan itu terjadi dengan perantaraan penggunaan unsur fisik, mesin, peralatan, perlengkapan, komponen, blue prints, manual serta unsur informasi, proses, perumusan, pengetahuan, cara produksi, cara pemasaran, dan cara pengolahan.

b. Transfer Vertikal

Dalam hal ini, teknologi yang sudah ada diproses melalui penelitian dasar, tenelitian terapan, dan pengembangan menjadi suatu teknologi baru atau teknologi yang disesuaikan. Penelitian dan pengembangan (Research and development) memegang peranan penting sekali. Proses tersebut mengandung unsur dinamis yang dikenal dengan istilah inovasi.

Perpindahan secara vertikal merupakan gejala yang umum di Negara industri yang sering jumpai di sektor industri yang padat ilmu dan padat modal. Contoh pemindahan vertikal adalah pada saat Amerika serikat menemukan penemuan dari hasil proyek NASA (National Aeronautic and Space Administration) untuk kepentingan untuk masyarakat luas.

2. Penyebaran teknologi

Hasil pemindahan teknologi, baik yang bersifat horizontal dan vertikal dapat dikaitkan dan diintegrasikan ke dalam proses yang berlangsung dalam masyarakat pada saat pemindahan ataupun penemuan teknologi tersebut.

3. Pemilihan teknologi

Ini merupakan kegiatan secara menyeluruh suatu Negara memilih teknologi yang akan diterima, diserap, dicetuskan, atau dikembangkan agar tepat dan serasi dengan tujuan pembangunan. Kemampuan Negara berubah dari proses yang sedang berlangsung di dalam masyarakat.

perpindahan faktor produksi antar dua negara

1. Transfer teknologi

Teknologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempunyai hubungan timbal balik dengan perkembangan industri secara umum. Teknologi dapat dirumuskan sebagai penerapan sistematis akal budi kolektif manusia guna mencapai penguasaan atas alam yang lebih besar dan semua proses yang bersifat manusiawi. Berangkat dari hal tersebut, teknologi tidak hanya terbatas dalam hal peralatan mesin, tetapi juga dalam bentuk lain, seperti organisasi, manajemen, dan informasi.

Dalam arti luas, sudut pandang dan metode-metode pendekatan yang digunakan terhadap teknologi ternyata dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Tiga sudut pandang yang membendakan pengertian terhadap teknologi dan pemindahan teknologi adalah sebagai berikut.

a. Teknologi merupakan kegiatan merubah hasil kerajinan manusia berupa benda yang bersifat fisik.

b. Teknologi merupakan kegiatan manusia untuk mengubah, tidak hanya terbatas pada barang yang bersifat fisik, tetapi juga mencakup barang non fisik, seperti keterampilan dan manajemen. Sudut pandang ini lebih luas cakupannya.

c. Teknologi tidak hanya merupakan gejala sosio-teknologi, tetapi juga sosio-institusional yang cakupannya lebih luas dan meliputi proses budaya, sosial dan psikologi.

Dari penjelasan diatas, teknologi dapat diartikan sebagai berikut.

a. Teknologi, menurut Filine Harahap, adalah ilmu pengetahuan industry yang praktis, pengetahuan sistematik mengenai kemampuan industry (pengalaman, keterampilan atau kecenderungan untuk berindustri)

b. Menurut James D Grant, teknologi adalah keterampilan praktis (know-know) untuk penerapan pengetahuan ilmiah dalam penciptaan produk khusus atau pelaksanaan tugas khusus.

c. Soedjana Sapiie mengatakan, teknologi adalah ilmu pengetahuan (science) yang merupakan badan pengetahuan (body of knowledge) dan merupakan seni (body of art), yang mengandung pengertian bahwa teknologi berhubungan dengan proses produksi. Teknologi menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal tenaga kerja, dan keterampilan dikombinasikan untuk merealisasikan tujuan produksi. Hal itu menyangkut implikasi luas yang mencerminkan kebijaksanaan penelitian dan sebagainya yang berlaku dalam masyarakat dalam seuatu waktu tertentu.

Dari ketiga pengertian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa teknologi berhubungan dengan penerapan ilmu pengetahuan secara praktis untuk penciptaan barang industry khusus atau tugas khusus, yang melibatkan berbagai spektrum usaha manusia dalam mengkombinasikan segala sumber dalam proses produksi.

Yang dimaksud dengan perubahan teknologi adalah perubahan fungsi produksi dalam suatu kegiatan tertentu, yang dapat memperbesar hasil input tertentu. Yang menyebabkan bertambahnya produksi sama dengan jumlah sumber dan produksi, tetapi jumlah sumber lebih sedikit sehingga teknologi merupakan upaya menciptakan barang dan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa.

Dalam pembangunan suatu Negara, perubahan teknologi merupakan suatu syarat untuk mendorong terjadinya teknologi, untuk itu diperlukan modal, kemauan, keahlian, dan sebagainya. Teknologi Negara sedang berkembang umumnya terbelakang, sedangkan teknologi Negara maju memperlihatkan perkembangan dan perubahan yang cepat dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, jurang perbedaan tingkat teknologi antara Negara berkembang dan Negara maju cenderung semakin besar. Perbedaan tingkat teknologi tersebut dapat mempengaruhi kemajuan pembangunan.

Tingkat perkembangan teknologi maju tentu disesuaikan dengan factor produksi dan dipengaruhi pertimbangan yang ada. Di satu pihak, akumulasi modal dan ilmu pengetahuan terhimpun dalam jumlah yang banyak. Sebaliknya, tenaga kerja merupakan faktor yang kurang, sehingga teknologi ditujukkan sebagai upaya penciptaan cara produksi yang menghemat tenaga manusia. Dapat dikatakan bahwa teknologi bertujuan meggantikan tenaga manusia dengan barang modal.

Teknologi di Negara maju dewasa ini merupakan capital intensif yang membutuhkan modal yang besar. Sebaliknya, di Negara sedang berkembang umumnya juga dibutuhkan kelebihan tenaga kerja, khususnya yang tingkat pendidikannya rendah. Pada hakikatnya Negara berkembang memerlukan jenis teknologi yang agak berlainan dengan Negara maju, kalau Negara berkembang meniru dan mengalihkan teknologi yang dipakai di Negara maju. Hal itu akan membawa banyak persoalan, terutama karena teknologi tersebut kurang, bahkan tidak tepat guna.

2 . Keharusan perubahan teknologi

Karena perubahan teknologi merupakan penggerak utama pembangunan ekonomi sedang berkembang harus bersedia mengadakan teknologi. Perubahan teknologi itu dapat dilakukan berdasarkan pengembangan dari dalam negeri atau mendatangkannya dari Negara maju.

teknologi

Teknologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempunyai hubungan timbal balik dengan perkembangan industri secara umum. Teknologi dapat dirumuskan sebagai penerapan sistematis akal budi kolektif manusia guna mencapai penggunaan atas alam yang lebih besar dan semua proses yang bersifat manusiawi. Berangkat dari hal tersebut, teknologi tidak hanya terbatas dalam peralatan mesin, tetapi juga dalam bentuk lain, seperti organisasi, manajemen, dan informasi.

Dalam arti luas, sudut pandang dan metode-metode pendekatan yang digunakan terhadap teknologi ternyata dapat dilihat dari beberap sudut pandang. Tiga sudut pandang yang membedakan pengertian terhadap teknologi dan pemindahan teknologi adalah sebagai berikut :

1. Teknologi merupakan kegiatan mengubah hasil kerajinan manusia berupa benda yang bersifat fisik.

2. Teknologi merupakan kegiatan manusia untuk mengubah, tidak hanya terbatas pada barang yang bersifat fisik, tetapi juga mencakup barang nonfisik, seperti keterampilan dan manajemen. Sudut pandang ini lebih luas cakupannya.

3. Teknologi tidak hanya merupakan gejala sosio-teknologi, tetapi juga sosi-institusional yang cakupannya lebih luas dan meliputi proses budaya, sosial, dan psikologis.

Dari penjelasan di atas, teknologi dapat diartikan sebagai berikut :

1. Teknologi, menurut Filine Harahap, adalah ilmu pengetahuan industri yang praktis, pengetahuan sistematik mengenai kemampuan industri (pengalaman, ketrampilan atau kecenderungan untuk berindustri).

2. Menurut James D. Grant, teknologi adalah keterampilan praktis untuk penerapan pengetahuan ilmiah dalam penciptaan produk khusus atau pelaksanaan tugas khusus.

3. Soedjana Sapiie mengatakan teknologi adalah ilmu pengetahuan yang merupakan badan pengetahuan dan merupakan seni, yang mendukung pengertian bahwa teknologi berhubungan dengan proses produksi. Teknologi menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja, dan ketermapilan dikombinasikan untuk merealisasikan tujuan produksi. Hal itu menyangkut implikasi luas yang mencerminkan kebijaksanaan penelitian dan sebagainya yang berlaku dalam masyarakat dalam suatu waktu tertentu.

Dari ketiga pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa teknologi berhubungan dengan penerapan ilmu pengetahuan secara praktis untuk penciptaan barang industri khusus atau tugas khusus yang melibatkan berbagai spektrum usaha manusia dalam mengkombinasikan segala sumber dalam proses produksi.

Yang dimaksud dengan ‘perubahan teknologi’ adalah perubahan fungsi produksi dalam suatu kegiatan tertentu, yang dapat memperbesar hasil input tertentu. Yang menyebabkan bertambahnya produksi sama dengan jumlah sumber dan produksi, tetapi jumlah sumber lebih sedikit sehingga teknologi merupakan upaya menciptakan barang dan cara baru untuk menghaslkan barang dan jasa.

Dalam pembanguan suatu negara, perubahan teknologi merupakan suatu syarat untuk mendorong terjadinya teknologi. Untuk itu, diperlukan modal, kemauan, keahlian, dan sebagainya. Teknologi negara sedang berkembang umumnya terbelakang, sedangkan teknologi negara maju memperlihatkan perkembangan dan perubahan yang cepat dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, jurang perbedaan tingkat teknologi antara negara berkembang dan negara maju cenderung semakin besar. Perbedaan tingkat teknologi tersebut dapat mempengaruhi kemajuan pembangunan.

Tingkat perkembangan teknologi maju tentu disesuaikan dengan faktor produksi dan dipengaruhi oleh pertimbangan yang ada. Di satu pihak, akumulasi modal dan ilmu pengetahuan terhimpun dalam jumlah yang banyak. Sebaliknya, tenaga kerja merupakan faktor yang kurang sehingga teknologi ditujukan sebagai upaya penciptaan cara produksi yang menghemat tenaga manusia. Dapat dikatakan bahwa teknologi bertujuan menggantikan tenaga manusia dengan barang modal.

Teknologi di negara maju merupakan kapital intensif yang membutuhkan modal yang besar. Sebaliknya, di negara-negara sedang berkembang umumnya dibutuhkan juga kelebihan tenaga kerja, khususnya yang tingkat pendidikannya rendah. Pada hakikatnya negara berkembang memerlukan jenis teknologi yang agak berlainan dengan negara maju, kalau negara sedang berkembang meniru dan mengalihkan teknologi yang dipakai di negara maju. Hal itu akan membawa banyak persoalan karena teknologi tersebut kurang bahkan tidak tepat guna.

modal Sumber Daya Manusia (SDM)

Arus investasi yang masuk dari beberapa negara kawasan Asia Timur tidak hanya sekedar membawa masuk modal dan teknologi, tetapi sekaligus para investor memboyong tenaga kerja lintas kawasan atau memanfaatkan tenaga kerja lokal yang dipandang murah dan berkualitas.
Diketahui, hingga kini keunggulan komperatif (comparative advantage) kita masih mengandalkan kekuatan konvensional dengan tenaga kerja yang murah, karena membludaknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kita, namun tingkat kompetisi TKI yang sangat lemah.
Indonesia sebagai salah satu negara yang turut ambil bagian dalam skenario liberalisasi perdagangan telah memanfaatkan banyak peluang, yaitu tidak saja memperluas ekspor berbagai jenis barang, tetapi juga ekspor berbagai jenis jasa, termasuk jasa pengiriman TKI. Melimpahnya angkatan kerja Indonesia merupakan keunggulan yang dapat diberdayakan untuk meraih manfaat pada era liberalisasi.
Memang disadari bahwa fenomena pengiriman TKI dengan tingkat keterampilan yang kurang memadai tidak lepas dari struktur angkatan kerja yang relatif didominasi oleh kelompok yang memiliki tingkat pendidikan menengah ke bawah. Sementara, angkatan kerja yang berpendidikan diploma dan kejuruan/politeknik ke atas relatif kecil.
Dalam era industrialisasi dan perdangan bebas, faktor kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) suatu negara merupakan faktor kunci untuk dapat merebut dan memenangkan persaingan di pasar global. Apalagi dengan semakin terbukanya pasar tenaga kerja dunia, mau tidak mau Indonesia harus dapat memperbaiki kualitas SDM, terutama yang dipersiapkan untuk merebut pasar tenaga kerja di luar negeri.
Seiring dengan meningkatnya pengiriman TKI ke luar negeri, secara bersamaan upaya mendatangkan tenaga kerja asing (TKA) juga meningkat. TKA yang masuk ke Indonesia secara umum memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dalam negeri. Namun, biaya yang dikeluarkan untuk TKA jauh lebih besar dibandingkan dengan penerimaan devisa dari jasa TKI ke luar negeri.
Dalam sistem ekonomi yang demikian bebas, dimana persaingan sangat kompetitif, SDM TKI sulit diharapkan untuk keluar sebagai pemenang dalam persaingan global, kecuali memiliki daya kreasi, inovasi, tingkat produktivitas tinggi, dan kemampuan membaca peluang yang baik. Ciri dari tenaga kerja yang memiliki keunggulan adalah mereka yang berpendidikan dan berketerampilan tinggi serta menguasai teknologi. Karakter TKI yang demikian diharapkan mampu bersaing dalam pasar tenaga kerja di luar negeri.

faktor produksi tenaga kerja

Dalam ilmu ekonomi, faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan. Namun pada perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical resources). Selain itu, beberapa ahli juga menganggap sumber daya informasi sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di era globalisasi ini.(Griffin R: 2006) Secara total, saat ini ada lima hal yang dianggap sebagai faktor produksi, yaitu tenaga kerja (labor), modal (capital), sumber daya fisik (physical resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi (information resources).

proteksi

Proteksi adalah upaya pemerintah mengadakan perlindungan pada industri-industri domestik terhadap masuknya barang impor dalam jangaka waktu tertentu. Proteksi bertujuan melindungi, membesarkan, atau mengecilkan kelangsungan industri dalam negeri yang berlaku dalam perdagangan umum. Tindakan tersebut merupakan aktivitas yang dapat dibenarkan, bahwa tidak masuk akal untuk mengimpor barang yang dapat dibuat di dalam negeri.

Bentuk Proteksi
Proteksi secara umum ditujukan sebagai tindakan untuk melindungi produksi dalam negeri terhadap persaingan barang impor di pasaran dalam negeri. Secara luas, perlindungan ini juga mencakup untuk promosi ekspor. Sedangkan metode proteksi yang dilakukan menyangkut sistem pungutan tarif (pajak) terhadap barang impor yang masuk ke dalam negeri. Tarif merupakan pajak yang dikenakan atas barang impor. Pajak atas barang impor itu biasanya tertulis dalam bentuk pernyataan surat keputusan (SK) atau undang-undang. Oleh karena itu, setiap importir dapat mempelajarinya sebelum mengimpor suatu barang.
Umumnya, tarif atau bea masuk dikenakan secara khusus berdasarkan presentase dari nilai barang impor. Beberapa bentuk proteksi secara garis besarnya adalah, sebagai berkut :
1) Kuota
Kuota adalah hambatan kuantitaif yang membatasi impor barang secara khusus dengan spesifikasi jumlah unit atau nilai total tertentu per periode waktu. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya ada beberapa pengecualian bagi pemegang lisensi impor atau yang mempunyai hak-hak istimewa (privileges) yang diberikan oleh pemerintah untuk diizinkan memasukkan barang ke dalam negeri.
2) Perdagangan oleh pemerintah (state trading practices)
Secara khusus, perdagangan atau kegiatan impor yang dilakukan oleh pemerintah atau monopoli impor adalah oleh badan usaha milik negara. Hakikatnya, pemerintah merupakan pelaku utama. Hal ini merupakan pola yang sering dilakukan oleh negara-negara komunis atau sosialis, dengan kata lain merupakan tindakan monopoli impor. Importir mendapat kebebasan administratif untuk memasukkan barang impor. Posisis pemerintah disini bisa sebagai pemegang perusahaan negara yang melakukan impor untuk memenuhi keinginan dan kepentingan nasional.
3) Kontrol devisa (exchange control)
Kontrol devisa merupakan hambatan administrasi atau transaksi yang melibatkan mata uang asing. Kontrol devisa dikenakan pada pembayaran impor dimana semua traksaksi impor harus dengan izin bank sentral, terutama untuk membeli mata uang asing untuk pembayaran impor barang-barang oleh perusahaan. Traksaksi impor-ekspor tersebut dapat dihambat melalui ketidakleluasaan izin administrasi atau transaski yang diberikan.
4) Larangan impor (import prohibition)
Adalah bentuk hambatan langsung, dimana larangan ini merupakan bentuk yang paling ketat dari segala hambatan impor dengan melakukan larangan impor untuk kategori barang tertentu, misalnya untuk barang mewah atau barang terlarang lainnya, seperti obat terlarang, senjata api, dan lain-lain yang membahayakan keamanan negara.

Liberalisasi Perdagangan

Sudah banyak studi yang mengungkapkan peranan perdagangan yang lebih bebas terhadap perekonomian, baik terhadap volume perdagangan, nilai perdagangan, maupun pendapatan nasional. Sekretariat GATT/WTO misalnya memperkirakan sukses Putaran Uruguay akan meningkatkan pendapatan dunia sebesar 230 miliar dolar AS per tahun.
Pelaksanaan liberalisasi perdagangan merupakan usul Eminent Persons Group (EPG) dan Pasific Business Forum (PBF). EPG mengusulkan agar perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik dilaksanakan sepenuhnya tahun 2020 melalui beberapa tahap. Tahun 2010 pelaksanaan bagi negara maju, tahun 2015 untuk negara industri baru, dan tahun 2020 untuk negara berkembang. Sedang PBF mengusulkan dimulainya tahun 2002 dan diharapkan sepenuhnya tahun 2010.
Akibat Putaran Uruguay, perdagangan dunia tahun 2005 diperkirakan akan meningkat 12 % lebih tinggi atau 745 miliar dolar AS di atas nilai perdagangan jika tidak ada Putaran Uruguay. Kenaikan terbesar ini konon akan terjadi pada garmen (60%), disusul tekstil (34 %), hasil pertanian, perikanan, dan perhutanan (20 %), serta makanan dan minuman (19 %).
Khusus terhadap Asia, Bank Dunia memproyeksikan kawasan yang menguasai 25 % GNP dunia ini akan menikmati separuh dari peningkatan perdagangan dunia antara sekarang hingga tahun 2000 atau lebih besar ketimbang yang dinikmati AS maupun Uni Eropa. Prof. Garnaut dari Australian National University (ANU) memperkirakan Cina, AS, Jepang, Korsel, dan Indonesia akan melampui negara-negara Uni eropa, termasuk Jerman, pada abad 21 dalam rangking skala perekonomian global.
Untuk Indonesia, menurut proyeksi sekretariat GATT, Putaran Uruguay akan menyebabkan ekspor negara ini meningkat 10,94 % dan GDP naik 0,8 % atau 856 juta dolar AS. Peluang peningkatan meliputi produk manufaktur ke Eropa barat dengan peluang peningkatan sebesar 68,67 % dan ke Amerika utara sebesar 64, 65 %.
Tidak semua pihak sependapat dengan perundang-undangan optimis itu, terutama dalam hal dampak GATT/WTO dan APEC terhadap ekonomi Indonesia, sebab meski bentuknya belum jelas, APEC tampaknya pada akhirnya akan mengarah ke semacam kawasan perdagangan bebas.
Pendapat agak pesimis antara lain melihatnya lemahnya kemampuan Indonesia dengan kekurangannya di sana-sini. Mereka mengutip studi OECD (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan) dan Bank Dunia yang menyimpulkan pelaksaan persetujuan Putaran Uruguay dalam rangka GATT akan menimbulkan situasi ekonomi dan sosial yang lebih parah di negara-negara berkembang yang relatif lemah, seperti Indonesia.
Dampak liberalisasi perdagangan dalam kawasan yang lebih sempit, yakni AFTA, terhadap negara-negara seperti Indonesia. Sejumlah studi mengungkapkan, betapa AQFTA tidak akan menimbulkan efek positif secara signifikan terhadap perdagangan dan pendapatan negara-negara pesertanya.
Sebaliknya, liberalisasi perdagangan di ASEAN akan menimbulkan serious domestic injury terhadap negara yang ekonominya lemah, seperti berupa tersingkirnya kekuatan-kekuatan ekonomi domestik dalam proses ekonomi sebagai akibat adanya persaingan dari produk-produk luar. Dampak negatif terhadap kekuatan ekonomi domestik tidak akan bisa ditutup oleh dampak positif berupa kenaikan PDB akibat AFTA yang sangat minim. Akibat AFTA, menurut studi Philippines Institute of Development Studies tahun 1996, Indonesia juga akan mengalami defisit dalam neraca perdagangan dengan negara-negara Asia lainnya dengan ekspor diperkirakan naik 14,5 %, sementara impor naik lebih tinggi, yakni 27 %.
Hasil studi yang dilakukan sejumlah universitas di Australia bisa kita ungkapkan. Studi ini lebih optimis dibandingkan studi OECD dan Bank Dunia, yang mengungkapkan Indonesia akan dirugikan sebesar 1,9 – 2,5 miliar dolar AS per tahun dengan berlakunya GATT/WTO. Menurut studi itu, Cina dan ASEAN (termasuk Indonesia) yang akan menikmati manfaat paling besar jika liberalisasi perdagangan lebih mendorong lagi di dunia. Dalam hal ini, ekspor Indonesia diperkirakan meningkat 3,7 miliar dolar AS lebih pada tahun 2005 dibandingkan dengan jika liberalisasi tidak ada. Sementara pertumbuhan ekonomi diperkirakan 0,8 % lebih tinggi.
Negara-negara atau perekonomian APEC saat ini saling bersaing untuk memperebutkan dana investasi asing yang jumlahnya sangat terbatas. Forum Bisnis Pasifik (PBF – Pacific Business Forum) dalam laporannya beberapa waktu lalu mengenai beberapa hambatan bagi investor dalam menanamkan modalnya di negara-negara tujuan mengenai hambatan-hambatan investasi. Hambatan itu bisa disebutkan, antara lain persyaratan investasi yang diterapkan pemerintah negara tujuan, larangan investasi di sektor tertentu, monopoli atau konsesi oleh swasta atau pemerintah, pendekatan kebijakan yang tidak mendukung, praktik yang mengucilkan investor baru, kurangnya komitmen terhadap national treatment, serta kurangnya informasi bagi investor.
Menghadapi masalah ini, diusulkan sederetan pinsip investasi yang sifatnya tidak mengikat (non-binding code of principles) atau disebut Kode Investasi Asia Pasifik. Siapa yang paling bisa menawarkan daya saing, dialah yang akan menang dalam perebutan dana investasi. Implikasinya, upah buruh rendah yang selama ini dianggap sebagai keunggulan komperatif Indonesia tidak mungkin dipertahankan. Alasannya, selain upah buruh tidak mungkin dipertahankan tetap rendah, Indonesia juga menghadapi pesaing-pesaing dengan karakteristik hampir sama, misalnya Cina, Vietnam, dan India di Asia, Meksiko dan beberapa negara lain di Amerika Latin, dan negara-negara Eropa Timur serta bekas Uni Soviet.
Menurut proyeksi OECD, Cina merupakan negara yang akan paling diuntungkan oleh adanya GATT/WTO. Dalam proyek investasi, banyak kalangan juga menilai Cina sebagai tempat paling menarik sebagai tujuan investasi, terutama mengingat laju pertumbuhan, skala ekonomi, potensi pasar, jumlah penduduk, dan posisi geografisnya.
Alan Caroll dari Caroll Partners Internasional, pada Pacific Rin Forum ’97 – forum dunia usaha kawasan Aia pasifik – di Beijing antara lain mengatakan, produk domestik bruto (PDB) dunia kini sebenarnya hanya dikuasai tiga lingkaran kumpulan negara (the three circles). Lingkaran pertama adalah negara-negara di Amerika Utara yang menguasai 29 % PDB dunia. Lingkaran kedua adalah Eropa Barat yang memegang 27 % PDB. Lingkaran ketiga adalah kawasan Asia Timur, yakni sekelompok negara yang berhadapan dengan Samudera Pasifik, termasuk Australia dan Selandia Baru menguasai 28 % PDB dunia. Didukung dari terminologi purchasing power parity, total PDB kawasan Asia Timur, termasuk Australia dan Selandia Baru, bahkan melampui jumlah PDB kawasan Amerika Utara dan kawasan Eropa Barat.
Konsep the three circles ini berlaku pula dalam hal perdagangan internasional. Tiga lingkaran amat dominant dalam menguasai pangsa perdagangan dan arus investasi dunia. Lebih dari itu, arus barang dan arus modal diantara sesama negara dalam satu lingkaran terus membesar dari waktu ke waktu.
Di bidang perdagangan, volume perdagangan intrakawasan Eropa kini diperkirakan mencapai dua per tiga dari seluruh volume perdagangan mereka. Volume perdagangan intrakawasan Amerika Utara sekitar 55 % dan intrakawasan Asia Timur, termasuk Australia dan Selandia Baru, naik dari 30 % pada tahun 1985 menjadi 45 % tahun 1998. Pada tahun 1998, wilayah ini menghasilkan setengah dari produk domestik bruto dunia dan 41 % dari seluruh perdagangan dunia. Besarnya pendapatan perkapita juga dua setengah kali dari rata-rata pendapatan perkapita dunia. Lebih dari 2 miliar orang atau 38,5 % dari umat manusia juga tinggal di wilayah ini, sementara luasnya wilayahnya 2 kali Eropa.
Ditinjau dari segi demografis, kawasan Asia Pasifik juga merupakan raksasa. Tiga dari 5 besar negara berpenduduk terbanyak di dunia ada di kawasan ini. Penduduk Cina hampir 1,22 miliar, AS 255 juta, dan Indonesia 210 juta jiwa, membuat kawasan ini benar-benar potensial, baik sebagai pasar maupun faktor produksi.
Perkembangan dinamis perekonomian negara-negara Timur dalam beberapa tahun terkahir kian menjanjikan betapa kawasan Asia Pasifik akan mampu menjadi pasar tanpa batas di masa depan. Gairah perusahaan-perusahaan multinasional untuk memasuki Asia Timur belakangan ini merupakan antisipasi nyata bagi seluruh upaya negara dan entitas bisnis untuk bukan hanya memenangkan pengaruh, tetapi lebih dari itu adalah keuntungan ekonomi. Dengan gambaran seperti itu, maka penggabungan 2 lingkaran negara Asia Timur dan Amerika Utara ke dalam APEC mengukuhkan kawasan Pasifik menjadi ‘kawasan masa kini’. Ia bukan hanya menguasai hampir 60% PDB dunia, tetapi juga menguasai potensi kemajuan masa datang.
Langsung atau tidak langsung, upaya ‘penyatuan’ negara-negara Pasifik ke dalam APEC sudah mampu memperlancar proses persetujuan negosiasi perdagangan multilateral Putaran Uruguay. Negara-negara Eropa yang bersikap kurang akomodatif terhadap persoalan dalam rangka negosiasi Putaran Uruguay harus tunduk pada realitas, bahwa sikap keras mereka hanya akan merugikan diri sendiri. Kenyataan, Amerika Serikat yang berada pada kutub lain atau Jepang yang sebelum ini terkesan ‘main’ sendiri sudah memiliki partner potensial untuk menandingi dominasi Eropa selama berabad-abad.
Secara struktur, kawasan Asia pasifik juga amat lengkap. Di kawasan ini bukan hanya ada negara-negara yang masuk kategori termakmur di dunia, tetapi ada pula negara-negara industri baru dan sekaligus negara berkembang. Dalam hal penyebaran pendapatan per kapita, negara paling maju diwakili Jepang, AS, dan Kanada. Pada kelompok negara industri baru ada Taiwan, Hong Kong, Singapura, Korea Selatan. Sementara di negara berkembang terdapat RRC, Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Struktur seperti ini dalam banyak hal akan sangat memberikan keuntungan. Satu sama lain negara bisa saling mengisi. Proses relokasi industri yang sudah menjadi kecenderungan selama ini pun akan tetap mudah untuk berjalan di masa datang.
Di masa lau amat terasa betapa eksploitasi ini terjadi. Negara berkembang sebagai pemasok bahan baku (bahan mentah) harus membayar secara tidak imbang produk-produk teknologi negara maju. Tekanan terus-menerus dari negara-negara maju atas harga komoditi primer negara berkembang dibarengi dengan harga jual produk teknologi yang kerap kali terkesan tanpa kendali. Aneka paket ‘bantuan’ ekonomi yang diterima negara-negara berkembang sering kali terasa hanya merupakan tabir dari upaya negara maju untuk memasarkan produksinya. Padahal untuk membayar paket ‘bantuan’ ekonomi itu, negara berkembang harus mengumpulkan sedikit demi sedikit devisa hasil ekspor ke negara maju yang harga dan kriterianya sudah sangat mereka dikte.